Home » All posts
Menganalisa Peraturan Pemerintah Tentang
Standar Nasional Pendidikan
Ditinjau Dari Sisi Teori Pembelajaran
A.
Pendahuluan
Tugas ini
bertujuan agar mahasiswa dapat menganalisis Peraturan Pemerintah no. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan melalui sudut pandang pendekatan atau
metode pembelajaran yang dituntut oleh Pemerintah. Selanjutnya, akan ditinjau
kembali berdasarkan teori pembelajaran yang ada (behaviorisme dan
konstruktivisme).
Mula-mula,
akan dibahas tentang isi dari Standar Nasional Pendidikan, terutama pada bagian
Standar Proses. Tuntutan apa yang diharapkan oleh Pemerintah dalam
mengimplementasikan model atau metode pembelajaran seorang guru di dalam kelas.
Selanjutnya,
dari pemetaan metode dan model belajar tersebut, akan dianalisis, menganut
teori pembelajran yang manakah kurikulum kita? Apakah menganut behaviorisme
atau knstruktivisme? Namun sebelum itu, akan dibahas pula secara umum kedua
teori tersebut, hingga membantu dalam menganalisis SNP.
B.
Standar
Nasional Pendidikan
Untuk
menjamin mutu Pendidikan Nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, maka pemerintah
meetapkan sebuah dasar dan batasan minimal yang disebut Standar Nasional
Pendidikan yang tertuan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005. Standar
Nasional Pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan Pendidikan Nasional bermutu.
Salah satu
lingkup Standar Pendidikan Nasional adalah Standar Proses. Pada BAB IV PP no.
19 tahun 2005 ini tentang Standar Proses, dijelaskan bahwa :
“Proses
Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik.” (pasal 19 ayat 1)
Terlihat
cukup jelas bagaimana tuntutan
Pemerintah terhadap proses pembelajaran di dalam kelas. Terdapat beberapa kata
kunci yaitu pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi untuk aktif, kesempatan berprakasa, kreatif dan mandiri.
Selanjutnya
juga pada BAB IV PP no. 19 tahun 2005 ini menekankan pada :
“pendidik
memberikan keteladanan dalam proses pembelajaran” (pasal 19 ayat 2)
Dan pada pasal 19 ayat 3 berbunyi :
“Setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.”
(Pasal 19 ayat 3)
Lebih
jauh diatur dalam Permendiknas no. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses merinci
tentang Perencanaan, Pelaksanaan, Penilaian, dan Pengawasan pembelajaran.
Disebutkan bahwa proses Perencanaan berupa silabus dan RPP yang memuat
kompetensi yang diperlukan untuk dikuasai siswa (Permendiknas no. 22 tahun
2006, Standar Isi).
Proses
Pelaksanaan pembelajaran merupakanimplementasi dari RPP yang di dalamnya
termasuk apersepsi, eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
Proses
Penilaian pembelajaran dilaksanakan untuk mengukur tingkat pencapaian
kompetensi siswa.
Dan
proses Pengawasan berupa pemantauan, supervisi, evaluasi, dan laporan.
C.
Metode,
Model dan Pendekatan
Pengertian Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran merupakan rencana yang sistematis untuk menyampaikan informasi
(Garlach dan Elly, 80:14). Metode dapat juga diartikan sebagai cara yang telah
terpola tetap untuk memperoleh pengetahuan. Karenanya suatu metode bersifat
prosedural, teknis dan implementatif. Beberapa metode yang sering digunakan
dalam pembelajaran adalah : ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
eksperimen, laboratorium, penemuan, (discovery atau inquiri), investigasi,
eksplorasi, pemecahan masalah, permainan, matematika di luar kelas, pemberian
tugas (drill atau latihan), bermain peran, dan pembelajaran kooperatif.
Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu:
·
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach), dan
·
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher
centered approach).
Pengertian Model Pembelajaran
Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosodural yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Diantara model-model pembelajaran yang
sering diterapkan adalah : model pembelajaran langsung, model pembelajaran
pemecahan masalah, model pembelajaran penemuan, model pembelajaran kooperatif,
model pembelajaran kontekstual atau realistik dan lain sebagainya.
D.
Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah
teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan
apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam
teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary
Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5)
Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
Program-program
pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman
penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran
berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
E.
Konstruktivisme
Terdapat berbagai pemikiran tentang bentuk konstruktivisme, namun yang
menyatukan beragam bentuk tersebut adalah metaphor (hakikat) dari konstruksi
itu sendiri. Metaphor dari konstruksi yaitu pembangunan struktur dari bagian
yang sudah ada, yang selanjutnya dibentuk menjadi lebih khusus.
Menurut von Glasersfeld (1989: 182): “
pengetahuan tidak diterima secara pasif, namun dibangun oleh subjek yang
mengetahui”. Sehingga dapat dikatakan bahwa “memahami” adalah proses aktif,
secara personal dan berdasarkan pada pengetahuan yang dikonstruksi sebelumnya. Sehingga tidak tepat
jika kurikulum di tentukan oleh pemerintah. Dalam kelas konstruktivis, kurikulum
umumnya proses menggali lebih dalam dan lebih dalam ide-ide besar yang dimiliki
pelajar, daripada menyajikan materi yang umum.
Ernest memfokuskan pada empat konstruktivisme
yang utama, yaitu konstruktivisme biasa, konstruktivisme radikal, enaktivisme
dan konstruktivisme social.
Konstruktivisme biasa dapat diterapkan sebagai
perluasan dari teori belajar neo-behavioristik dan kognitif. Menurut Ausubel
(1969), “Faktor utama yang mempengaruhi belajar adalah apa yang siswa telah
diketahui sebelumnya. Mengetahuinya dan mengajarkanya secara bersamaan”.
Sehingga prinsip utama dari kebanyakan konstruktivisme adalah pengetahuan
sebelumnya dan pemahaman adalah basis bagi pembelajaran selanjutnya. Konstruktivisme
biasa beranggapan bahwa kebenaran representasi dari dunia empiris dan
pengalaman (eksperiental) adalah mungkin.
Prinsip konstruktivisme radikal yaitu "fungsi kognisi bersifat
adaptif dan melayani organisasi dunia pengalaman, bukan penemuan dari realitas
secara ontologis." (Von Glasersfeld 1989: 182). Sehingga, dari seorang
yang kritis tentang “sifat-sifat struktur” dari kenyataan yang yang tak
tersedia, organisme pengalaman kemudian berubah menjadi struktur kognitif yang
akan digunakan untuk menyelesaikan masalah seperti yang organism yakini dan
bayangkan (Von Glasersfeld 1983: 50). Dengan kata lain organism itu sendiri dan
secara keseluruhan mengadaptasi dunia dari pengalaman-pengalaman melalui
adatasi dari skema-skema.
Enactivism didasarkan pada model
hayati; lebih spesifik, kognisi dipandang sebagai proses biologis. Ernest menjelaskan salah satu dari
ide-ide sentral (dari enactivism) adalah dari autopoesis. Autoposes memiliki sistem dinamis kompleks yang spontan yang
memiliki organisasi sendiri, berdasarkan umpan balik dan
pertumbuhan dalam menanggapi umpan balik ini. Individu yang berpengetahuan bukan
hanya seorang pengamat dunia tetapi tubuh tertanam di dunia dan dibentuk baik
kognitif dan sebagai organisme fisik yang utuh oleh interaksinya dengan dunia. “Enaktivisme sebagai teori kognitif
menyadari akan pentingnya konstruksi secara individual dalam dunia, tetapi
menekankan pada perkembangan struktur individu dengan dunia dalam metode dan
syarat untuk meneruskan interaksi antara individu dengan situasi (Reid et al.
2000:1-10).
Dengan mendasarkan pada karya
Vygotsky, konstruktivisme social menghargai tentang pembelajar individu dan
bidang social sebagai hal yang saling terhubung. Manusia terbentuk melalui
interaksi dengan orang lain melalui proses individual mereka. Metafora yang
mendasarinya adalah dialogis atau perbincangan, yang terdiri dari masyarakat
sosial yang tertanam dalam interaksi linguistik dan ekstra-linguistik dan
dialog bermakna (Harre 1989; Ernest 1998).
F.
Kesimpulan
Standar
Nasional Pendidikan
|
Behaviorisme
|
Konstruktivisme
|
Pembelajaran
Interaktif
|
Termasuk
|
Termasuk
|
Pembelajaran
Inspiratif
|
Termasuk
|
Termasuk
|
Pembelajaran
Menyenangkan
|
Agak sulit bisa menyenangkan siswa
karena pembelajaran bersifat teacher
centered.
|
Diharapkan
dengan berbagai model pembelajaran mampu menyenangkan siswa karena student centered
|
Pembelajaran
menantang
|
Tidak
termasuk, karena behaviorisme hanya sekedar transfer pengetahuan
|
Termasuk, karena berusaha membangun
pengetahuan siswa sendiri dari pengetahuan yang ada sebelumnya.
|
Memotivasi
siswa aktif
|
Tidak
termasuk.
|
Termasuk
dan wajib, karena student centered, siswa harus mampu membangun
pengetahuannya sendiri
|
Siswa
berprakarsa
|
Tidak
termasuk
|
Termasuk
|
Siswa
Kreatif
|
Tidak termasuk, behaviorisme
cenderung mengarahkan siswa berpikir linier, konvergen, tidak kreatif
|
Termasuk
|
Siswa
Mandiri
|
Tidak
termasuk
|
Termasuk
|
Guru
sebagai teladan
|
Termasuk
|
Termasuk
|
SK-KD
dari Pemerintah
|
Termasuk
|
Tidak
termasuk
|
Guru melakukan Perencanaan
|
Termasuk, karena berprogram
|
Termasuk
|
Adanya apersepsi
|
Tidak harus
|
Wajib, karena konstruktivisme
belajar dari pengalaman atau pengetahuan sebelumnya yang sudah dipahami.
Sehingga pengetahuannya akan terus berlanjut
|
Adanya eksplorasi
|
Tidak termasuk
|
Termasuk, karena siswa yang akan
membangunpengetahuannya sendiri
|
Adanya elaborasi
|
Tidak termasuk
|
Termasuk, proses konstruksi
|
Adanya konfirmasi
|
Termasuk, karena memuat penguatan
|
termasuk
|
Adanya penilaian (mengukur
kompetensi siswa) baik untuk afektif maupun kognitif.
|
Hanya mengukur hasil akhir
|
Tidak perlu penilaian
|
Adanya pengawasan (pemantauan,
supervisi, evaluasi, dan laporan)
|
Termasuk
|
Tidak termasuk
|
Pendidikan karakter
|
Tidak termasuk
|
Termasuk
|
Dari tabel
di atas, terlihat ada perpaduan antara pendekatan berdasarkan teori
behaviorisme dan konstruktivisme. Namun secara umum, pada proses pembelajaran
di kelas, SNP menuntu agar pembelajaran bersifat student centered (konstruktivisme), karena guru hanya berperan
sebagai fasilitator, mediator, yang akan memberikan situasi kepada siswa untuk
lebih “memaknai” dan “memahami” pengetahuan yang ia dapat dan kemudian
menindak-lanjutinya dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Tidak terlepas juga
adanya pendekatan secara emosional (pendidikan karakter) termasuk pada
penilaian proses yang tentunya proses ini juga tidak terdapat pada pendekatan
behaviorisme.
Daftar
Pustaka
1.
Sriraman, Bharath dan
English, Lyn, 2010, Theories of Mathematics Education, London : Springer Heidelberg
Dordrecht
2. Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar
nasional Pendidikan
3. Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses

Analisa Standar Nasional Pendidikan
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
2:41 PM
ANTARA TAKDIR DAN IKHTIAR
Ada definisi berbeda antara
takdir yang menjadi definisiku dan definisi takdir saat saya kuliah Filsafat
Ilmu pada pertemuan kedua. Sebenar-benarnya
hidup adalah antara takdir dan ikhtiar. Tapi, takdir di sini adalah tidak
bersesuaian dengan takdir yang saya definisikan.
Takdir menurut definisiku adalah
ketetapan Yang Maha Kuasa terhadap makhlukNya dalam hal kelahiran, jodoh, dan
kematian. Entah bagaimana caranya, atau dengan siapa, namun pastinya pada saat
itu sudah ditakdirkan maka jadilah. Lalu bagaimana dengan hal ihwal yang
terjadi dalam kehidupan selain dari 3 hal di atas. Itu bukanlah takdir, tapi
nasib. Dan nasib dapat berubah sesuai dengan ikhtiar dan doa dari makhluk
terhadap Tuhannya.
Apakah pada saat saya melakukan
suatu perbuatan yang tidak baik dan merugikan orang dan lingkungan di sekitar
sehingga mendapat balasan dosa dari Pencipta, apakah itu takdir? Apakah itu
merupakan kehendak Pencipta terhadap makhluknya? Tentu saja bukan. Itu adalah
hidup sebagaimana yang saya dapatkan melalui kuliah Filsafat Ilmu. Itu adalah
antara potensi dan fakta. Itu adalah potensi yang dimiliki makhluk untuk
memilih akan melakukan yang baik atau jahat. Dan ketika aku melakukan perbuatan
baik, itu bukanlah ketetapan Pencipta terhadapku, melainkan adalah pilihan
hidup yang aku jalani dalam ikhtiarku.
Dan pilihan atau ikhtiar yang
dilakukan manusia itu akan mempengaruhi hidup tiap manusia. Dan jika manusia
dapat menyadari bahwa hidup ini adalah sebenar-benarnya berikhtiar dan berdoa
pada Pencipta, maka niscaya manusia akan benar-benar merasa bahwa dirinya
sangat memerlukan pertolongan dan perlindungan dari Penciptanya. Sehingga rasa
memiliki dan kehilangan manusia terhadap Penciptanya akan kekal dan absolut dan
tidak bisa dikalahkan dengan kecintaan pada hal lain karena kita sangat
membutuhkanNya.
Namun yang menjadi pertanyaan
dalam hati saya adalah, kenapa harus ada 2 pilihan di dalam hidup? Menjadi baik
atau jahat, menjadi berdosa atau berpahala, memilih yang A atau tidak memilih
A, dan hal lainnya. Untuk apa ada surga dan neraka? Kenapa manusia diberikan
kesempatan untuk menjadi baik dan juga saat yang bersamaan juga diberi
kesempatan untuk menjadi jahat?
Jika hanya diciptakan untuk
beribadah kepada Pencipta, bukankah kita bisa juga beribadah tanpa harus ada
pilihan untuk berbuat dosa?
Tentunya dengan tanpa adanya
pilihan untuk menjadi baik atau jahat, dunia ini akan damai dan baik. Tanpa
perlu adanya pembantaian sesama manusia, tanpa ada yang merasa dizalimi.
Yandri Soeyono
NIM : 12709251058
Pendidikan Matematika
Kelas C
Yandri Soeyono
4:24 PM
Indonesia
Antara Takdir dan Ikhtiar
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
4:24 PM
Filosofi dari perkenalan adalah mengenal pikiran dari orang
tersebut, tidak hanya mengenal fisiknya. Namun ternyata, secara alamiah,
perkenalan cenderung lebih mengarah pada penilaian, bukan hanya sekedar
mengidentifikasi. Dan ini merupakan langkah yang sangat jauh jika ingin menuju
pada perkenalan pikiran.
Mengapa demikian? Awal dari perkenalan adalah proses
mengidentifikasi. Misalkan, ketika sedang duduk di tempat parkir dan lewatlah
seorang wanita, itulah perkenalan itu. Tidak perlu mencari tahu siapa namanya,
tinggal di mana atau berapa umurnya, kita sudah kenal dia sebagai wanita cantik
yang sering lewat di tempat parkir. Dan pada saat itulah, segala bentuk
penilaian terhadapnya akan muncul. Mungkin dari cara berpakaiannya, gaya
berjalannya, warna bajunya, bahan celananya, walaupun cara kita menilai dan
instrumen yang digunakan belum diketahui kevalidannya. Inilah
kesewenang-wenangan sesaat manusia.
Di saat yang berbeda, sebelum bertemu wanita tersebut,
dirinya mengalami beberapa pilihan hidup. Saat pengisin KRS, terdapat beberapa
pilihan mata kuliah yang akan diambilnya. Hanya dengan membaca daftar mata
kuliah yang tersedia, dirinya telah mengenal mata kuliah-mata kuliah tersebut. Walaupun
belum pernah mengikuti kuliah tersebut. Dan secara otomatis pula, dirinya dapat
menilai seperti apa mata kuliah-mata kuliah tersebut berdasarkan pengalaman dan
informasi yang pernah diperoleh. Penilaian dari kesewenang-wenangan sesaat
inilah yang digunakan untuk mengisi lembar KRS tersebut.
Dalam hidup, kita tidak mengharapkan sesuatu yang tidak
jelas. Selalu berharap ada kejelasan terutama pada saat memilih. Kehidupan adalah
perjalanan dalam memilih. Dalam memilih tentunya pula dimulai dengan penilaian.
Dan sebagian besar penilaian berasal dari penilaian sewenang-wenang sesaat seperti
contoh-contoh di atas. Dan ternyata, kebenaran dari penilaian itu sangat
subjektif. Seakan-akan, saat kita berkenalan bahkan saat saling bertukar
pikiran pun, penilaian dan perkenalan itu juga sangat subjektif. Kita mencoba
menilai secara objektif apa yang kita nilai padahal itu juga tetap penilaian
objektif menurut kita sendiri. Subjektif!
Penilaian, selain menggunakan pikiran juga menggunaka alat
filsafat lainnya yaitu hati. Suasana hati pada saat kita mengenalnya akan
memberikan penilaian yang berbeda pula pada saat berbeda dikemudian hari walau
dengan objek yang sama. Apakah sedang bahagia, sedih, marah, atau merupakan
seleranya, harapannya, ataupun idolanya, memberikan kontribusi pada penilaian
saat perkenalan itu.
Apakah penilaian selama ini benar adanya? Apakah tidak
diperlukan pembenaran atas penilaian yang salah? Tak dapat dibayangkan betapa
banyaknya penilaian subjektif kita yang tanpa disengaja telah tercipta.
Berdosakah kita?
Yandri Soeyono
NIM : 12709251058
Pendidikan Matematika
Kelas C
Yandri Soeyono
3:51 PM
Indonesia
Perkenalan jilid II
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
3:51 PM
Ketika banyak yang mengatakan bahwa belajar filsafat untuk mendapatkan pola pikir, maka hati dan pikiran saya menolak. Karena selama hidup saya, ketika mengerti akan hidup dan pilihan di dalamnya, yang menjadi pola pikir dan olah pikir saya adalah Matematika.
Matematika yang membantu saya memikirkan hidup ini, dan bukan filsafat. Dari tempat saya berdiri, kemudian hendak menuju ke suatu tempat yang berbeda, dalam otak dan naluri saya adalah, 'di manakah arah terdekat?', 'berapa lama waktu tersingkat yang dibutuhkan?', 'mana yang tercepat, jalur A atau B?', dan seterusnya.
Secara gamblang ingin saya katakan, bahwa filsafat adalah bagian dari ilmu matematika. ketika seorang manusia paham betul dengan imu matematika, seharusnya dapat menjawab soal-soal yang berkaitan dengan filsafat. Namun tidak sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa matematika merupakan ilmu yang lebih kompleks dari filsafat, dan filsafat sebagian kecil dari matematika.
Mengapa demikian?
Akan ada pada postingan selanjutnya, yang juga merupakan refleksi dari pertemuan pertama dengan Bpk. Marsigit, dosen pengampu Filsafat Ilmu pada PPs UNY.
Yandri Soeyono
10:26 AM
Indonesia
Filsafat adalah Hidup..??
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
10:26 AM
ini adalah sebuah percobaan dari rencana perkenalan yang akan diniatkan suatu hari nanti..
Yandri Soeyono
8:56 AM
Indonesia

Perkenalan..
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
8:56 AM