Mathematics and Education

Perkenalan jilid II

Wednesday, September 19, 2012



Filosofi dari perkenalan adalah mengenal pikiran dari orang tersebut, tidak hanya mengenal fisiknya. Namun ternyata, secara alamiah, perkenalan cenderung lebih mengarah pada penilaian, bukan hanya sekedar mengidentifikasi. Dan ini merupakan langkah yang sangat jauh jika ingin menuju pada perkenalan pikiran.
Mengapa demikian? Awal dari perkenalan adalah proses mengidentifikasi. Misalkan, ketika sedang duduk di tempat parkir dan lewatlah seorang wanita, itulah perkenalan itu. Tidak perlu mencari tahu siapa namanya, tinggal di mana atau berapa umurnya, kita sudah kenal dia sebagai wanita cantik yang sering lewat di tempat parkir. Dan pada saat itulah, segala bentuk penilaian terhadapnya akan muncul. Mungkin dari cara berpakaiannya, gaya berjalannya, warna bajunya, bahan celananya, walaupun cara kita menilai dan instrumen yang digunakan belum diketahui kevalidannya. Inilah kesewenang-wenangan sesaat manusia.
Di saat yang berbeda, sebelum bertemu wanita tersebut, dirinya mengalami beberapa pilihan hidup. Saat pengisin KRS, terdapat beberapa pilihan mata kuliah yang akan diambilnya. Hanya dengan membaca daftar mata kuliah yang tersedia, dirinya telah mengenal mata kuliah-mata kuliah tersebut. Walaupun belum pernah mengikuti kuliah tersebut. Dan secara otomatis pula, dirinya dapat menilai seperti apa mata kuliah-mata kuliah tersebut berdasarkan pengalaman dan informasi yang pernah diperoleh. Penilaian dari kesewenang-wenangan sesaat inilah yang digunakan untuk mengisi lembar KRS tersebut.
Dalam hidup, kita tidak mengharapkan sesuatu yang tidak jelas. Selalu berharap ada kejelasan terutama pada saat memilih. Kehidupan adalah perjalanan dalam memilih. Dalam memilih tentunya pula dimulai dengan penilaian. Dan sebagian besar penilaian berasal dari penilaian sewenang-wenang sesaat seperti contoh-contoh di atas. Dan ternyata, kebenaran dari penilaian itu sangat subjektif. Seakan-akan, saat kita berkenalan bahkan saat saling bertukar pikiran pun, penilaian dan perkenalan itu juga sangat subjektif. Kita mencoba menilai secara objektif apa yang kita nilai padahal itu juga tetap penilaian objektif menurut kita sendiri. Subjektif!
Penilaian, selain menggunakan pikiran juga menggunaka alat filsafat lainnya yaitu hati. Suasana hati pada saat kita mengenalnya akan memberikan penilaian yang berbeda pula pada saat berbeda dikemudian hari walau dengan objek yang sama. Apakah sedang bahagia, sedih, marah, atau merupakan seleranya, harapannya, ataupun idolanya, memberikan kontribusi pada penilaian saat perkenalan itu.
Apakah penilaian selama ini benar adanya? Apakah tidak diperlukan pembenaran atas penilaian yang salah? Tak dapat dibayangkan betapa banyaknya penilaian subjektif kita yang tanpa disengaja telah tercipta. Berdosakah kita?
Yandri Soeyono
NIM : 12709251058
Pendidikan Matematika Kelas C



3:51 PM