MENGAJAR, MENGEJAR
INTUISI
Sebagai refleksi dari kuliah Filsafat Ilmu pada tanggal 8 November 2012,
yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, saya ingin mengutarakan bahasan tentang
intuisi. Karena selain mendapatkan pengertian dan ilmu tentang intuisi, beliau
pun menganjurkan untuk menggunakan intuisi dalam pembelajaran matematika.
Tidak perlu menjelaskan bilangan 2 (dua) menggunakan definisi konsep yang
kadang atau bahkan sering semakin menyulitkan siswa. Tetapi menggunakan
pengalaman siswa yang telah terkonstruk di pikirannya entah secara sadar
ataupun tidak. Hal ini bersesuaian dengan pandangan konstruktivisme dalam teori
pendidikan.
Ada pengalaman saya tentang siswa SD yang tidak mampu melakukan operasi
penjumlahan dan penguruangan untuk bilangan yang kurang dari 100. Akan tetapi,
mampu melakukan perhitungan dengan cepat untuk bilangan yang jauh lebih besar.
Dia dengan cepat mampu menjawab kembalian sebesar Rp. 1.225,00 jika total harga
barang adalah Rp. 3.775,00 dengan uang konsumen sebesar Rp. 5.000,00. Berbeda
halnya ketika guru bertanya “berapa hasil dari 50-37?”.
Siswa, dengan pengalamannya sendiri, memiliki ilmu dan cara pandang
sendiri terkait sesuatu ilmu. Dan matematika cukup erat kaitannya dengan
hal-hal yang konkrit maupun nyata yang ada dalam kehidupan sehari. Seharusnya,
guru mampu mengkoneksikan antara kedua hal tersebut, yaitu antara pengalaman
yang mungkin dimiliki siswa dan konsep matematika itu sendiri.
“jika engkau ingin menjadi guru matematika yang baik,
sadarlah, kembangkan intuisimu”, demikian ajuran dari Prof. Dr. Marsigit pada
kuliah Filsafat Ilmu pada Program Pascasarjana UNY. Merujuk pada contoh di
atas, tentu ini bukan anjuran kosong. Siswa tersebut tentunya akan mampu untuk
paham dan lebih cepat menjawab sebuah masalah konsep matematika ketika guru
mampu menjelaskan konsep matematika kepada hal-hal yang dekat dengan siswa.
Sangatlah tidak logis ketika siswa mampu melakukan perhitungan dengan bilangan
besar akan tetapi tidak mampu melakukan perhitungan dengan bilangan yang lebih
kecil. Padahal, sistem perhitungan dan metode penyelesaiannya sama. Inilah
tantangan guru untuk dapat mengkoneksikan kedua hal tersebut. Ketika hal sulit
tersebut terlewati, maka kemudahan akan diperoleh sang guru dalam upaya
mencerdaskan bangsa, dalam hal ini adalah siswa-siswa yang dia ajar.