Mathematics and Education

Wednesday, November 28, 2012


Filsafat dan Pendidikan

Mempelajari filsafat tidak bisa lepas dari mempelajari perjalanan filsafat sejak zaman Yunani kuno dengan tokoh-tokoh besarnya hingga sekarang ini. Tentu, pada awalnya manusia melakukan sesuatu dengan tanpa mengerti apa sebenarnya yang dia lakukan, layaknya seorang anak kecil. Masih menggunakan nalurinya. Inilah yang dinamakan mitos.

Pada zaman Yunani kuno masih terdapat banyak mitos karena mereka sudah mengenal dewa-dewa pada zaman itu. Hingga lahir filsuf-filsuf besar yang berkarya menghasilkan banyak pemikirannya, termasuk pemikiran dalam cara berinteraksi dan berbudaya. Misal Plato, yang telah mampu membuat buku Republik, yang di dalamnya telah mengatur tentang cara-cara berinteraksi.

Namun, sejak abad I, yang ditandai dengan lahirnya Jesus Kristus, peradaban pada zaman Yunani kuno mulai berkiblat pada gereja. Dapat dikatakan bahwa kiblat kebenaran dan segala aturan ada pada gereja. Sehingga, jika ada penyimpangan pendapat oleh masyarakat terhadap pendapat gereja, maka akan mendapat pertentangan yang sangat besar. Terlihat dari apa yang terjadi pada Galileo dan Copernicus.

Sejak abad V, lahirlah Islam. Dan dominasi gereja pun sudah mulai berkurang pada saat itu. Kebenaran bukan hanya milik gereja dan kebenaran adalah hak prerogatif dari tiap individu. Islam memiliki peran sebagai peradaban yang menyelamatkan karya-karya besar filsuf pada zaman Yunani kuno hingga pada zaman Islam itu juga, seperti karya-karya Imam Ghazali, sehingga dapat dipelajari hingga sekarang.

Setelah itu dimulailah zaman modern. Di mana setiap individu memiliki hak untuk berpikir. Pada zaman ini juga dimulailah era industri di Inggris yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap. Perkembangan dari era industri ini  memunculkan kapitalisme. Jadi dapat dikatakan bahwa Sang Powernow pun sebenarnya dimulai sejak era ini.

Dan dalam dunia pendidikan pun, terdapat pengaruh dari industrialisasi dan kapitalisme. Paul Ernest memetakan dunia pendidikan dalam 5 dunia, yaitu dunia industrialis (mengedepankan industri, kapitalis dan teknologi), konservatif (yang masih mempertahankan dengan nilai-nilai lama), old-humanis (berpusat pada manusia, komunis termasuk di dalamnya), progresif (berorientasi ada hasil), dan sosio-konstruk (berorientasi pada sosial dan perkembangan siswa).

Bagaimana dengan pendidikan di Indonesia? Secara umum Indonesia masih terpengaruh oleh kapitalis dan industrialis. Budaya kapitalis menjadi kiblat dari paradigma anak bangsa dan keluarga Indonesia. Saat ini isu tentang sosio-konstruk dalam pendidikan sangat marak dibicarakan, namun sosialisasi dan keinginan berubah dari masyarakat Indonesia sangat kurang. Hal baru dianggap sebagai masalah dan beban karena harus berinovasi lagi dalam proses pembelajaran.

Bentuk pembelajaran tradisional yang lebih berpusat pada guru dianggap masih merupakan pembelajaran yang terbaik. Jadi siswa hanya menerima ilmu dari guru, kemudian melatihnya dengan soal-soal latihan. Proses seperti ini telah merenggut intuisi dari siswa. Hal ini tidak boleh terus berlanjut. Dalam kuliah Filsafat Ilmu, Prof. Dr. Marsigit selalu menyarankan kepada mahasiswa, guru dan calon guru, agar rebut kembali intuisi. Karena anak kecil belajar menggunakan intuisi.


Yandri Soeyono
NIM : 12709251058
Pendidikan Matematika Kelas C



3:22 PM