Home » Archives for March 2013
Merupakan kebanggaan orang tua jika memiliki anak yang mampu berpikir cerdas dan kreatif. Secara umum, dapat kita katakan bahwa anak tersebut pintar. Coba kita lihat kondisi tersebut dari sisi negatif, ketika pada derajat kepintaran yang sama, kecerdasan dan kreatifitas tersebut digunakan untuk hal-hal yang tidak diharapkan banyak orang, maka istilah cerdas bisa saya ganti dengan licik.
Cerdas dan licik memiliki perbedaan yang sangat tipis, setipis niat yang mencabangkan konsep ilmu dan pengetahuan yang dimiliki mengarah pada perilaku dan produk-produk lainnya yang tidak bermoral dan bertentangan dengan norma-norma yang dianut (baca: karakter bangsa/Pancasila). Misal Korupsi. Jelas, seluruh bangsa Indonesia memiliki satu suara bahwa korupsi bukanlah karakter bangsa ini, namun seakan-akan ini telah menjadi budaya yang berkembang sporadis dan sangat mencandu.
Ya, pendidikan karakter dibutuhkan bangsa ini untuk berubah. Tidak salah jika ada yang berpendapat bahwa moral dan karakter bukan untuk diajarkan atau mungkin menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga, bukan sekolah. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini keluarga Indonesia lebih banyak menaruh harapan kepada sekolah untuk mendidik anaknya, "menitipkan" pada ustad untuk belajar agama, dan sebagainya. Sekolah saat ini memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membina anak-anak bangsa!
Moral lebih baik dicontohkan bukan diajarkan, namun dengan mengarahkan dalam proses pembelajaran yang bermakna, mampu memberikan pengalaman kepada siswa bahwa mana yang memiliki nilai baik dan mana yang tidak dapat diterima oleh masyarakat luas. "Dilarang korupsi" bukanlah yang harus diteriakkan di dalam kelas sebagai proses transfer konsep, tapi dengan mengajarkan manfaat dari pajak yang dapat membangun peradaban dan membantu bagi warga negara yang membutuhkan, bisa menyentuh sisi manusiawi tiap siswa. Selanjutnya, tanyakan kepada mereka, bagaimana jika uang tersebut dirampok. Jika anda pernah kecil, saya yakin tidak semua nilai, moral, dan karakter yang baik anda dapatkan dari contoh orang tua anda maupun orang yang lebih tua di sekitar anda. Anda juga pasti dapatkan dari membaca, diceramahi, menonton, dan diajari.
Kurikulum 2013 Sebagai Bentuk "Pemaksaan" Secara Sistem
Dalam kaitan terhadap pengembangan kompetensi Guru, telah adanya perubahan yang dilakukan pemerintah. Misal untuk kenaikan pangkat diwajibkan bagi Guru melakukan penelitian, dan beberapa syarat lainnya. Untuk merangsang dan perbaikan kesejahteraan diberikan tunjangan profesi Guru bagi yang telah memiliki sertifikat pendidik melalui penilaian portofolio dan pendidikan profesi. Selain itu, bentuk intervensi pemerintah terhadap pengembangan kompetensi Guru juga melalui Standar Kualifikasi Akademik Guru yang diwajibkan memiliki kualifikasi minimal adalah Sarjana. Berbagai bentuk pemaksaan yang dilakukan pemerintah terhadap Guru sudah selayaknya dipandang dari sisi positif, demi kebutuhan anak bangsa.
Bagaimana dengan kurikulum 2013? Paradigma pendidikan abad 21 ini telah mengalami pergeseran, dari yang bersifat teacher centered menjadi student centered, dari mengajar yang sekedar transfer of knowledge menjadi pembelajaran bermakna yang lebih kontekstual. Sejak Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dibuat, paradigma tentang pendidikan abad 21 pun telah dikumandangkan. Pembelajaran yang konstruktif dan kontekstual yang dapat merangsang cara berpikir tingkat tinggi siswa diharapkan dapat dilaksanakan di kelas. Namun apa daya, kenyataan yang terjadi adalah sebagian besar cara pembelajaran di kelas belum sesuai yang diharapkan. Silabus dan RPP merupakan saduran/jiplak, berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat di sini.
Benar, jika ada yang berpendapat bahwa, jika Guru belum mampu membuat silabus, jangan kurikulum yang dirubah, tapi latih Guru. Sesuai janji pemerintah, akan dilaksanakan pelatihan terhadap Guru. Yang perlu kita suarakan adalah bahwa pelatihan Guru bukan hanya untuk kurikulum ini saja. Jarak antara pengetahuan Guru-Guru di Indonesia terhadap metode mengajar sudah sangat jauh, apalagi jika ditambah dengan variabel lain dalam dunia kependidikan. Pelatihan itu hak setiap Guru, dan merupakan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi. Dosa ini harus segera dibayar. Selain dari hak mendapat pelatihan bagi Guru, kurikulum pun patut diperhatikan. pembelajaran tematik integratif telah ada di KTSP, kenapa tidak dijalankan dan kenapa sekarang diributkan? Dapat disimpulkan bahwa butuh pemaksaan yang lebih eksplisit dalam kurikulum agar mampu diterjemahkan secara jelas oleh Guru dan sekolah. Sejak dulu, Guru di SD merupakan Guru kelas yang mampu mengajarkan berbagai bidang studi. Berdasarkan usia mereka, siswa SD akan lebih 'nyaman' melakukan pembelajaran dengan bermain sesuai tema yang ada daripada harus belajar mata pelajaran matematika yang menurut cerita dari kakak mereka merupakan 'momok'.
Materi Kompetensi Dasar Yang 'Lucu'
Awal membaca Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 yang beredar di internet pasti akan terheran-heran dengan Kompetensi Dasar yang meruakan pejabaran dari kompetensi inti pertama dan kedua. Misal Kompetensi Dasar 2.1 pada SD kelas I, 'Menunjukkan perilaku patuh pada aturan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan sesuai prosedur/aturan dengan memperhatikan nilai tempat puluhan dan satuan'. Masih banyak Kompetensi Dasar lainnya yang akan menjadikan kita bertanya-tanya, bagaimana mengukurnya, bagaimana mengajarkannya?
Tinggalkan sejenak ke'lucu'an Kompetensi Dasar tersebut. Coba kita perhatikan Kompetensi Dasar yang merupakan penjabaran dari Kompetensi Inti ketiga dan keempat (kompetensi konsep dan implementasi). Dalam opini yang dapat dibaca di sini, Mendikbud menyatakan bahwa untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Dengan kata lain terdapat 30% materi yang diujikan di TIMSS belum pernah diajarkan pada siswa kelas VIII. Pada kurikulum 2013, masalah tersebut terfasilitasi. Patut diingat, bahwa ini adalah Kompetensi Dasar pejabaran dari Kompetensi Inti konsep dan implementasinya.
Kembali pada Kompetensi Inti Spiritual dan Sikap. Menurut berbagai sumber, kompetensi yang ada bukanlah untuk diajarkan di kelas, namun kompetensi ini diharapkan akan dimiliki siswa setelah mempelajari konsep dan implementasi dari ilmu yang dipelajari. hal tentang ini sudah dipaparkan pada awal tulisan ini.
Kreatifitas Guru Dikekang
Dalam tiap laporan atau berita tentang sosialisasi kurukulum 2013, selalu didengungkan bahwa kerja Guru akan dipermudah dengan tidak perlu lagi membuat silabus. Dan para Guru pun diberitakan menyambut baik berita ini. Namun, berdasarkan opini yang ditulis oleh Bambang Indriyanto yang dapat dibaca di sini, hal tersebut merupakan standar minimal yang diberlakukan secara nasional. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk sekolah yang menginginkan standar yang lebih tinggi dengan membuat RPP sendiri. dalam tulisan tersebut juga dijelaskan bahwa penggunaan buku Baboon tidak dimaksudkan sebagai bentuk sentralisasi kurikulum dan penyeragaman, tetapi dimaksudkan untuk standarisasi dalam pelaksanaan kurikulum. Hal ini didasarkan pada adanya kecenderungan tidak setaranya kurikulum yang digunakan oleh satuan pendidikan. Kecenderungan ini terjadi karena adanya perbedaan kompetensi Guru, sehingga ada satuan pendidikan yang mengadopsi kurikulum dari satuan pendidikan atau contoh dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan, tanpa melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi satuan pendididkan tempat Guru tersebut mengajar. Buku Babon didisain untuk memfasilitasi Guru melakukan tugas mengajarnya dan peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar. Buku Babon direncanakan untuk memuat isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode evaluasi. Dengan ketiga komponen tersebut, Guru diharapkan dapat melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik dan peserta didik diharapkan akan mengetahui pada topik bahasan yang mana dia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Keberadaan Buku Babon merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh setiap siswa. Jika ada satuan pendidikan yang mampu untuk mencapai lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pada Buku Babon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak melarangnya, bahkan mendorong setiap satuan pendidikan dapat mencapai target yang lebih tinggi.
Dari awal munculnya wacana kurikulum 2013 hingga saat ini, ada satu harapan besar terhadapnya dari pribadi ini, yaitu agar metode pembelajaran dan penilaian yang selama ini berjalan layaknya suatu tradisi dapat berubah sesuai kebutuhan anak bangsa saat ini. Pembelajaran di kelas-kelas seluruh Indonesia dapat lebih kontekstual dan menyenangkan, siswa dapat menggunakan otak dan akalnya untuk berpikir kritis dan kreatif, memiliki sensitifitas terhadap karakter bangsa, dan memiliki akhlak baik yang dimulai dengan niat mulia. Mari, bersama-sama kita tagih penebusan dosa pemerintah terhadap Guru yaitu dengan memfasilitasi pelatihan dan pendidikan berkelanjutan untuk SELURUH GURU untuk mendekatkan lebar jurang pengetahuan Guru terhadap metode mengajar dan ilmu pendidikan lainnya.
Yandri Soeyono
2:24 AM
IndonesiaKurikulum 2013, Pemaksaan Secara Sistem
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
2:24 AM
Karakteristik Sistem Pendidikan Terbaik Finlandia
*tulisan ini merupakan saduran.
Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Berdasarkan survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2000 dengan membandingkan pelajar usia 15 tahun dari berbagai negara, Finlandia meraih peringkat teratas. Survei itu membandingkan pelajar usia 15 tahun dari berbagai negara pada bidang baca-tulis, matematika, dan sains.
Survei yang dilakukan setiap 3 tahun sekali oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2009 menempatkan pelajar Finlandia tetap nyaris teratas pada ketiga kompetensi tersebut. Sementara itu survei global mengenai kualitas hidup oleh Newsweek, Finlandia ditasbihkan sebagai negara dengan kualitas hidup nomor satu di dunia.
Pasi Sahlberg, Direktur Mobilitas Internasional, Departemen Pendidikan Nasional Finlandia telah menulis buku tentang kesuksesan sistem pendidikan Finlandia yang berjudul Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland?. Berikut adalah karakteristik sistem pendidikan Finlandia yang terbaik di dunia.
Pilihan Sekolah Sedikit dan Semua Dikelola Pemerintah
Mulai sekolah setingkat TK sampai perguruan tinggi, pelajar-pelajar Finlandia bersekolah di sekolah negeri. Hanya ada sedikit sekolah swasta di Finlandia, dan bahkan semuanya dibiayai pemerintah. Tidak ada yang diperbolehkan untuk membebankan biaya sekolah.
Variasi pilihan sekolah di Finlandia sangat sedikit. Di sana, pilihan sekolah tidak lagi menjadi prioritas utama. Kunci kesuksesan Finlandia dalam memperbaiki sistem pendidikannya adalah mereka tidak mengejar keunggulan akademis (excellence), tapi kesetaraan (equity).
Setiap anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, tanpa melihat latar belakang keluarga, pendapatan, atau lokasi geografis. Pendidikan utamanya bukanlah cara untuk menghasilkan individu yang cerdas, tetapi sebagai alat untuk meratakan kesenjangan sosial. Keunggulan akademis bukanlah prioritas khusus bagi Finlandia, tetapi Finlandia berhasil menciptakan keunggulan akademik melalui fokus kebijakan pada kesetaraan.
Finlandia menyediakan sekolah yang sehat dan lingkungan yang aman untuk anak-anak. Mereka menawarkan semua anak makanan sekolah gratis, akses mudah ke perawatan kesehatan, konseling psikologis, dan bimbingan individual.
Tidak Ada Kompetisi di Sekolah Finlandia
Sistem pendidikan Finlandia juga tidak mengenal istilah kompetisi dan sistem peringkat. Tidak ada daftar sekolah terbaik atau guru terbaik di Finlandia. Pendorong utama dari kebijakan pendidikan bukanlah persaingan antar guru dan antar sekolah, tapi kerjasama. Siswa dengan development disorder ataupun penyandang cacat diletakkan pada kelas yang sama dengan siswa umum lainnya. Mereka tidak mengukur prestasi hanya untuk memberi label pada siswa.
Finlandia memandang kompetisi dalam lingkungan pendidikan merupakan konsep yang destruktif. Mental anak dapat dihancurkan oleh evaluasi terus-menerus dan membuat anak-anak kurang percaya diri dengan kemampuannya. Bagi Finlandia, ketika anak-anak dapat unggul pada apa yang mereka dapat lakukan dengan baik, bukan diukur untuk memenuhi standar, mereka dapat menghasilkan performa yang terbaik.
Anak-anak harus diberikan pendidikan sehingga mereka dapat berkembang terlepas dari bakat mereka. Tujuan pendidikan seyogianya dapat membentuk anak menjadi manusia yang lebih baik yang menghargai diri mereka sendiri dan dapat bersosialisasi dalam kehidupan tanpa berpikir bahwa mereka lebih 'pintar' atau sebaliknya, tidak berharga.
Tidak Ada Ujian Standar, yang Ada Ujian Matrikulasi Nasional
Negara yang menerapkan kapitalisme di sistem pendidikannya selalu terobsesi dengan pertanyaan berikut: Bagaimana cara memantau kinerja siswa jika tidak diuji secara konstan? Bagaimana bisa meningkatkan pengajaran jika tidak ada pertanggungjawaban ke guru yang 'payah' atau tidak memberikan penghargaan pada guru yang baik? Bagaimana cara menciptakan kompetisi dan melibatkan sektor swasta? Bagaimana cara menciptakan variasi pilihan sekolah kepada orang tua atau pelajar?
Jawaban dari realita Finlandia tampaknya bertentangan dengan mindset orang Amerika ataupun para reformis pendidikan lainnya. Finlandia tidak memiliki ujian nasional pada tiap jenjang pendidikan. Yang ada hanyalah Ujian Matrikulasi Nasional yang diambil pada jenjang sekolah menengah atas yang bersifat 'sukarela'.
Wajib belajar di Finlandia sendiri adalah antara usia 7-16 tahun. SD 6 tahun dan SMP 3 tahun. Setelah lulus SMP, siswa memiliki pilihan boleh langsung masuk dunia kerja atau masuk sekolah persiapan profesi atau gimnasium (setingkat sekolah menengah atas). Lulusan sekolah menengah atas ini nantinya bisa lanjut lagi ke politeknik ataupun universitas. Pada intinya, tidak ada UN SD dan SMP.
Kurikulum Pendidikan yang Fleksibel
Sekolah di Finlandia tidak terikat dengan kurikulum pendidikan yang seragam. Sekolah tidak harus menerapkan kurikulum yang sama dengan metode yang sama pada jadwal yang sama. Kementerian Pendidikan meluncurkan "Kurikulum Dasar" yang fleksibel, semacam panduan umum mengenai mata pelajaran apa yang harus diajarkan dan tujuan yang harus dicapai di setiap tingkat kelas.
Kurikulum Dasar ini berlaku sebagai dasar untuk setiap sekolah saat mereka mempersiapkan kurikulum sendiri, di mana mereka dapat berkreasi menekankan pada pedagogi tertentu, nilai tertentu (misalnya, sekolah hijau), keterampilan (seni, olahraga, bahasa), atau isu-isu lokal (misalnya, sekolah multikultural).
Setiap kelas difasilitasi hingga 3 orang guru. Apa yang guru peroleh dari pendidikannya memberi mereka berbagai macam metode pengajaran yang dapat digunakan sesuka mereka. Keanekaragaman dipandang sebagai kekuatan yang nyata dengan tidak mengisolasi siswa yang berbakat.
Para siswa di Finlandia sangat menikmati belajar, selalu rindu sekolah, tidak rela tidak sekolah hanya karena libur ekstra atau sakit. Sekolah-sekolah di Finlandia sangat sedikit memberikan PR (tidak lebih dari 1/2 jam waktu pengerjaan) dan lebih banyak melibatkan siswanya dalam aktivitas yang lebih kreatif.
Bisa dikatakan guru lah kunci keberhasilan dari sistem sekolah Finlandia, dan individualitas yang diperbolehkan dalam kelas. Para guru melihat siswanya sebagai individu dengan kebutuhan yang berbeda: fokus pada masing-masing anak dan kekuatan serta problem tiap anak.
Guru Memiliki Tanggung Jawab yang Besar
Guru-guru di sekolah negeri Finlandia mendapatkan pelatihan khusus untuk dapat menilai siswa satu kelas menggunakan tes independen yang mereka ciptakan sendiri. Setiap anak mendapatkan kartu rapor tiap akhir semester, tapi rapor ini berdasarkan penilaian individu oleh tiap guru. Secara berkala, Menteri Pendidikan memantau kemajuan nasional dengan menguji beberapa sampel kelompok dari sekolah yang berbeda.
Sistem ini memungkinkan dihasilkannya penilaian yang sangat spesifik ke kemampuan tiap individu anak. Bukan sistem penilaian umum yang mungkin kurang dapat menjangkau kemampuan spesifik tiap anak. Guru dapat mengeluarkan kreatifitasnya untuk memberikan perhatian khusus ke tiap anak. Guru jadi punya tanggung jawab dan peran yang lebih besar.
Kadang seorang guru tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu siswanya tapi dibatasi oleh sistem sekolah yang menyatakan bahwa lebih penting untuk bergerak lanjut mengikuti kurikulum yang ada daripada memperlambat "hanya demi" siswa-siswa yang membutuhkan waktu tambahan dalam menerima pelajaran.
Guru dan staf administrasi sekolah di Finlandia memiliki martabat atau gengsi yang tinggi, gaji yang layak, dan banyak tanggung jawab. Gelar Master (S2) diperlukan untuk menjadi guru. Program pelatihan guru di Finlandia adalah salah satu sekolah profesional yang paling selektif di negara ini. Jika terdapat guru yang performanya buruk, tanggung jawab kepala sekolah untuk menangani hal tersebut.
Kebijakan pendidikan lebih penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan negara daripada ukuran negara tersebut atau keanekaragaman etnis di negara itu. 20 tahun lalu Finlandia adalah negara miskin yang bergantung pada sektor agrikultur. Namun, mereka berhasil bangkit dan membutuhkan waktu hingga satu generasi setelah mereformasi sistem pendidikan negaranya.
Mereka meyakini bahwa kesetaraan dalam pembelajaran dini akan memungkinkan anak-anak untuk menemukan potensi sejati mereka ketika mereka tumbuh dewasa. Bagaimana dengan sistem pendidikan Indonesia? Bapak Ibu mampu untuk membandingkannya sendiri.
*) Sumber bacaan: Lupakan Amerika, Pendidikan di Finlandia yang Terbaik Sedunia
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2013/03/karakteristik-sistem-pendidikan-terbaik.html#ixzz2Nm53d8eB Yandri Soeyono 11:13 PM Indonesia
*tulisan ini merupakan saduran.
Survei yang dilakukan setiap 3 tahun sekali oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2009 menempatkan pelajar Finlandia tetap nyaris teratas pada ketiga kompetensi tersebut. Sementara itu survei global mengenai kualitas hidup oleh Newsweek, Finlandia ditasbihkan sebagai negara dengan kualitas hidup nomor satu di dunia.
Pasi Sahlberg, Direktur Mobilitas Internasional, Departemen Pendidikan Nasional Finlandia telah menulis buku tentang kesuksesan sistem pendidikan Finlandia yang berjudul Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland?. Berikut adalah karakteristik sistem pendidikan Finlandia yang terbaik di dunia.
Pilihan Sekolah Sedikit dan Semua Dikelola Pemerintah
Mulai sekolah setingkat TK sampai perguruan tinggi, pelajar-pelajar Finlandia bersekolah di sekolah negeri. Hanya ada sedikit sekolah swasta di Finlandia, dan bahkan semuanya dibiayai pemerintah. Tidak ada yang diperbolehkan untuk membebankan biaya sekolah.
Variasi pilihan sekolah di Finlandia sangat sedikit. Di sana, pilihan sekolah tidak lagi menjadi prioritas utama. Kunci kesuksesan Finlandia dalam memperbaiki sistem pendidikannya adalah mereka tidak mengejar keunggulan akademis (excellence), tapi kesetaraan (equity).
Setiap anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, tanpa melihat latar belakang keluarga, pendapatan, atau lokasi geografis. Pendidikan utamanya bukanlah cara untuk menghasilkan individu yang cerdas, tetapi sebagai alat untuk meratakan kesenjangan sosial. Keunggulan akademis bukanlah prioritas khusus bagi Finlandia, tetapi Finlandia berhasil menciptakan keunggulan akademik melalui fokus kebijakan pada kesetaraan.
Finlandia menyediakan sekolah yang sehat dan lingkungan yang aman untuk anak-anak. Mereka menawarkan semua anak makanan sekolah gratis, akses mudah ke perawatan kesehatan, konseling psikologis, dan bimbingan individual.
Tidak Ada Kompetisi di Sekolah Finlandia
Sistem pendidikan Finlandia juga tidak mengenal istilah kompetisi dan sistem peringkat. Tidak ada daftar sekolah terbaik atau guru terbaik di Finlandia. Pendorong utama dari kebijakan pendidikan bukanlah persaingan antar guru dan antar sekolah, tapi kerjasama. Siswa dengan development disorder ataupun penyandang cacat diletakkan pada kelas yang sama dengan siswa umum lainnya. Mereka tidak mengukur prestasi hanya untuk memberi label pada siswa.
Finlandia memandang kompetisi dalam lingkungan pendidikan merupakan konsep yang destruktif. Mental anak dapat dihancurkan oleh evaluasi terus-menerus dan membuat anak-anak kurang percaya diri dengan kemampuannya. Bagi Finlandia, ketika anak-anak dapat unggul pada apa yang mereka dapat lakukan dengan baik, bukan diukur untuk memenuhi standar, mereka dapat menghasilkan performa yang terbaik.
Anak-anak harus diberikan pendidikan sehingga mereka dapat berkembang terlepas dari bakat mereka. Tujuan pendidikan seyogianya dapat membentuk anak menjadi manusia yang lebih baik yang menghargai diri mereka sendiri dan dapat bersosialisasi dalam kehidupan tanpa berpikir bahwa mereka lebih 'pintar' atau sebaliknya, tidak berharga.
Tidak Ada Ujian Standar, yang Ada Ujian Matrikulasi Nasional
Negara yang menerapkan kapitalisme di sistem pendidikannya selalu terobsesi dengan pertanyaan berikut: Bagaimana cara memantau kinerja siswa jika tidak diuji secara konstan? Bagaimana bisa meningkatkan pengajaran jika tidak ada pertanggungjawaban ke guru yang 'payah' atau tidak memberikan penghargaan pada guru yang baik? Bagaimana cara menciptakan kompetisi dan melibatkan sektor swasta? Bagaimana cara menciptakan variasi pilihan sekolah kepada orang tua atau pelajar?
Jawaban dari realita Finlandia tampaknya bertentangan dengan mindset orang Amerika ataupun para reformis pendidikan lainnya. Finlandia tidak memiliki ujian nasional pada tiap jenjang pendidikan. Yang ada hanyalah Ujian Matrikulasi Nasional yang diambil pada jenjang sekolah menengah atas yang bersifat 'sukarela'.
Wajib belajar di Finlandia sendiri adalah antara usia 7-16 tahun. SD 6 tahun dan SMP 3 tahun. Setelah lulus SMP, siswa memiliki pilihan boleh langsung masuk dunia kerja atau masuk sekolah persiapan profesi atau gimnasium (setingkat sekolah menengah atas). Lulusan sekolah menengah atas ini nantinya bisa lanjut lagi ke politeknik ataupun universitas. Pada intinya, tidak ada UN SD dan SMP.
Kurikulum Pendidikan yang Fleksibel
Sekolah di Finlandia tidak terikat dengan kurikulum pendidikan yang seragam. Sekolah tidak harus menerapkan kurikulum yang sama dengan metode yang sama pada jadwal yang sama. Kementerian Pendidikan meluncurkan "Kurikulum Dasar" yang fleksibel, semacam panduan umum mengenai mata pelajaran apa yang harus diajarkan dan tujuan yang harus dicapai di setiap tingkat kelas.
Kurikulum Dasar ini berlaku sebagai dasar untuk setiap sekolah saat mereka mempersiapkan kurikulum sendiri, di mana mereka dapat berkreasi menekankan pada pedagogi tertentu, nilai tertentu (misalnya, sekolah hijau), keterampilan (seni, olahraga, bahasa), atau isu-isu lokal (misalnya, sekolah multikultural).
Setiap kelas difasilitasi hingga 3 orang guru. Apa yang guru peroleh dari pendidikannya memberi mereka berbagai macam metode pengajaran yang dapat digunakan sesuka mereka. Keanekaragaman dipandang sebagai kekuatan yang nyata dengan tidak mengisolasi siswa yang berbakat.
Para siswa di Finlandia sangat menikmati belajar, selalu rindu sekolah, tidak rela tidak sekolah hanya karena libur ekstra atau sakit. Sekolah-sekolah di Finlandia sangat sedikit memberikan PR (tidak lebih dari 1/2 jam waktu pengerjaan) dan lebih banyak melibatkan siswanya dalam aktivitas yang lebih kreatif.
Bisa dikatakan guru lah kunci keberhasilan dari sistem sekolah Finlandia, dan individualitas yang diperbolehkan dalam kelas. Para guru melihat siswanya sebagai individu dengan kebutuhan yang berbeda: fokus pada masing-masing anak dan kekuatan serta problem tiap anak.
Guru Memiliki Tanggung Jawab yang Besar
Guru-guru di sekolah negeri Finlandia mendapatkan pelatihan khusus untuk dapat menilai siswa satu kelas menggunakan tes independen yang mereka ciptakan sendiri. Setiap anak mendapatkan kartu rapor tiap akhir semester, tapi rapor ini berdasarkan penilaian individu oleh tiap guru. Secara berkala, Menteri Pendidikan memantau kemajuan nasional dengan menguji beberapa sampel kelompok dari sekolah yang berbeda.
Sistem ini memungkinkan dihasilkannya penilaian yang sangat spesifik ke kemampuan tiap individu anak. Bukan sistem penilaian umum yang mungkin kurang dapat menjangkau kemampuan spesifik tiap anak. Guru dapat mengeluarkan kreatifitasnya untuk memberikan perhatian khusus ke tiap anak. Guru jadi punya tanggung jawab dan peran yang lebih besar.
Kadang seorang guru tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu siswanya tapi dibatasi oleh sistem sekolah yang menyatakan bahwa lebih penting untuk bergerak lanjut mengikuti kurikulum yang ada daripada memperlambat "hanya demi" siswa-siswa yang membutuhkan waktu tambahan dalam menerima pelajaran.
Guru dan staf administrasi sekolah di Finlandia memiliki martabat atau gengsi yang tinggi, gaji yang layak, dan banyak tanggung jawab. Gelar Master (S2) diperlukan untuk menjadi guru. Program pelatihan guru di Finlandia adalah salah satu sekolah profesional yang paling selektif di negara ini. Jika terdapat guru yang performanya buruk, tanggung jawab kepala sekolah untuk menangani hal tersebut.
Kebijakan pendidikan lebih penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan negara daripada ukuran negara tersebut atau keanekaragaman etnis di negara itu. 20 tahun lalu Finlandia adalah negara miskin yang bergantung pada sektor agrikultur. Namun, mereka berhasil bangkit dan membutuhkan waktu hingga satu generasi setelah mereformasi sistem pendidikan negaranya.
Mereka meyakini bahwa kesetaraan dalam pembelajaran dini akan memungkinkan anak-anak untuk menemukan potensi sejati mereka ketika mereka tumbuh dewasa. Bagaimana dengan sistem pendidikan Indonesia? Bapak Ibu mampu untuk membandingkannya sendiri.
*) Sumber bacaan: Lupakan Amerika, Pendidikan di Finlandia yang Terbaik Sedunia
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2013/03/karakteristik-sistem-pendidikan-terbaik.html#ixzz2Nm53d8eB Yandri Soeyono 11:13 PM Indonesia
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
11:13 PM