Home » Archives for December 2012
INTUISI DALAM MATEMATIKA
SEKOLAH
Refleksi dari
Perkuliahan Filsafat Ilmu Prof. Dr. Marsigit dan pembelajaran dari Elegi Pemberontakan
Pendidikan Matematika pada http://powermathematics.blogspot.com/
Matematika, menurut Imanuel Kant,
akan menjadi ilmu jika dia dibangun atas dasar intuisi ruang dan waktu. Jadi,
menurutnya, matematika sebagai pure logic
belumlah menjadi ilmu karena baru dipandang sebagai a priori saja, masih bersifat
analitik, dan belum sintetik.
Pure logic/knowledge itu hukumnya subjek sama dengan predikat. Dan ini
hanya ada dalam pikiran manusia, karena sebenarnya tidak ada yang sama di dunia
ini (relatif terhadap ruang dan waktu). Pure
logic merupakan pengandaian dalam pikiran manusia.
Sedangkan dalam sintetik,
predikat tidak sepenuhnya termuat dalam subjek. Dengan kata lain ini adalah empirical knowledge, lebih kepada
pengalaman. Kebenaran dalam empirical
knowledge lebih bersifat korespondensi dan selalu kontradiktif secara
filsafat karena dibangun atas dasar kerangka ruang dan waktu.
Maka menurut Kant, matematika
akan menjadi ilmu dan bermanfaat jika jika dia bersifat sintetik a priori. Matematika sebagai pure logic yang bersifat analitik, dikorespondensikan ke dunia
nyata dalam ruang dan waktu berdasarkan pengalaman atau intuisi, inilah
matematika sebagai suatu ilmu.
Andaikan kita sepaham dengan
Imanuel Kant dalam memandang matematika sebagai suatu ilmu yang bersifat
sintetik a priori, maka penanaman konsep matematika yang bersifat formal pada
anak (siswa) haruslah dibangun dalam kerangka ruang dan waktu, berdasarkan
pengalaman dan intuisi siswa. Siswa harus mampu membangun pengalaman mereka
sendiri, mampu membangun intuisi mereka sendiri, dan mampu membangun
pengetahuan mereka sendiri, dan kemudian difasilitasi oleh pendidiknya ke dalam
bentuk matematika yang lebih formal (matematika konsep). Inilah yang disebut
sebagai Architectonic Mathematics.
Sejalan dengan hal ini, Ebutt dan
Straker (1995) mendefinisikan matematika
sekolah sebagai kegiatan mencari pola, kegiatan problem solving, kegiatan
investigasi dan kegiatan berkomunikasi. Inilah yang membedakan pembelajaran matematika
pada orang dewasa dan pada anak-anak (siswa). Matematika sekolah dalam
pengertian Ebbutt dan Straker, lebih merupakan kegiatan dalam membangun
pengetahuan tentang matematika itu sendiri. Lebih mengedepankan intuisi dan
pengalaman dalam proses pembelajaran karena menggunakan intuisi dan pengalaman yang
dimiliki siswa sebelumnya untuk menemukan pengetahuan baru yang nantinya akan
menjadi intuisi bagi mereka. Hal ini akan terus berkembang dan membentuk
matematika formal dalam pikiran siswa, yang membantu mereka dalam proses
pembelajaran orang dewasa nantinya.
Apakah siswa tidak bisa diajarkan
pure knowledge? Tentu saja bisa, dan
hal ini telah dan tengah berlangsung pada proses pembelajaran di
sekolah-sekolah, termasuk pada Sekolah Dasar. Apa yang terjadi? Ada dua
kemungkinan. Siswa akan kehilangan intuisi mereka. Pengalaman mereka menjadi
tidak berarti dan hanya mengejar nilai. Atau bahkan yang terjadi adalah siswa
lebih menyukai pengalaman mereka dan menganggap matematika sebagai ilmu yang
membosankan dan tidak menarik sehingga siswa semakin menjauh dari matematika.
Sungguh sangat disayangkan, jika
para matematikawan merasa matematika sebagai suatu ilmu yang wajib dipahami dan
dipelajari oleh setiap manusia karena manfaat dan ketergunaannya dalam
kehidupan, tapi kenyataannya matematika semakin menjadi momok bagi siswa karena
paradigma dari para guru dan pembuat kebijakan bahwa matematika itu adalah
sebatas konsep dan aksioma. Perubahan paradigma sangat diperlukan saat ini
untuk merubah perilaku kita terhadap matematika sekolah, terhadap proses
pembelajaran, dan terhadap siswa (harapannya).
Intuisi dan pengalaman akan lebih
bermakna pada seorang anak atau siswa karena pengalaman itulah yang mereka
alami, intuisilah yang mereka bentuk sendiri dalam pikiran mereka. Pengalaman lebih
dekat dengan siswa dibandingkan sederetan definisi dan teori yang menggunakan
bahasa yang mungkin belum mereka pahami sepenuhnya. Ketakutan terbesar seorang
pendidik seharusnya adalah ketika ilmu yang dia ajarkan pada siswa dapat
dikenal oleh siswa namun siswanya tidak paham untuk apa ilmu ini. Apa kegunaan
dan kapan harus saya gunakan. Pertanyaan lain akan muncul, yaitu untuk apa kita
pelajari hal ini??
Ini telah menjadi bahan renungan
pribadi. Semoga bermanfaat. Amienn..
Yandri Soeyono
NIM : 12709251058
Pendidikan Matematika
Kelas C
Yandri Soeyono 2:18 PM Indonesia
Intuisi dalam Matematika Sekolah
Yandri Soeyono | Berita Pendidikan terkini, termasuk info tentang sertifikasi, kurikulum, dan pembelajaran. Konsultasi Materi dan Pembelajaran Matematika.
at
2:18 PM